Selasa, 02 Desember 2014

Pribadi Mulia: Oom L

Saya ingin menceritakan  hal mengenai pertemuan saya dengan Oom L, pemilik beberapa Rumah Kopi di Kota Ambon, seperti yang pernah saya sebutkan dalam artikel sebelumnya mengenai Kopi di Rumah Kopi Kota Ambon.

Di siang yang terik itu, saya sudah duduk dengan secangkir kopi susu, sambil membaca beberapa hal di internet melalui gadget saya. Ketika bermaksud memesan makanan kecil sebagai teman minum kopi, tidak ada seorang pelayan pun yang ada di sekitar saya, dan Oom L yang duduk di meja samping saya menanyakan keperluan saya. Setelah menyampaikan pesanan saya kepada pelayan di sana, Oom L kembali ke tempat duduknya dan memperkenalkan dirinya sebagai L, pemilik Rumah Kopi tersebut. Dengan dandanan yang sangat sederhana, sedikit sulit nalar saya memahami bahwa beliau yang ada di hadapan saya adalah pemilik rumah kopi yang bersetting modern dengan interior seperti layaknya café-café di mal-mal.

Pembicaraan saya dengan Oom L berkisar pada tema sukses kehidupannya sebagai pengusaha dan meskipun dengan cara sederhana namun luwes, Oom L terkesan tidak ingin membuka rahasia sukses bisnisnya, terutama jika menyangkut ‘ingredient’ atau pun komposisi serbuk kopi-nya. Beliau pun, dengan cara yang santun seakan menutup diri dari membeberkan orkestrasi atau pun ritual penyiapan secangkir kopi ke hadapan pelanggannya. Ketertutupan dirinya akan berbeda ketika membicarakan hal ihwal keluarganya.

Oom L mengaku mempunyai satu anak, yang kini hidup di Jogjakarta, setelah menempuh pendidikan di sana. Anaknya adalah anak semata wayang yang dibesarkan di masa terjadinya konflik sosial yang terjadi di Maluku di tahun-tahun akhir milenium yang lalu. Beliau bercerita bahwa istrinya meninggal dalam konflik tersebut, setelah dicelakai oleh sekelompok orang yang berasal dari ‘kelompok lawan’. Saat itu Oom L berada di kota Ambon, sedangkan kejadian yang mencelakakan istrinya terjadi di daerah lain di kota Ambon. Saat itu anak Oom L diamankan oleh tetangganya, yang sebenarnya berasal dari kelompok keyakinan yang sama dengan yang mencelakakan istrinya.

Setelah kejadian, Ibu yang menyelamatkan anaknya menghubungi Oom L dan mengabarkan bahwa istri Oom L meninggal akibat dicelakai oleh sekelompok orang, namun anak beliau berhasil diselamatkan. Akibat suasana ‘perang’ akibat konflik komunal yang terjadi di kota Ambon tersebut, Oom L tidak dapat menjemput jenazah istrinya saat itu. Baru beberapa hari setelah kejadian, dengan dikawal sekelompok tentara, Oom L dapat menjemput jenazah istrinya yang sudah menjadi abu, karena dibakar oleh kelompok lawan. Beliau pun dapat berkumpul kembali dengan anaknya. Kepada tetangganya yang telah menyelamatkan anaknya, Oom L berpresan agar siapa pun yang hendak ‘menjarah’ rumahnya dan mengambil barang-barangnya agar tidak dilarang, namun dipesankan untuk tidak merusak barang-barang tersebut, karena barang-barang yang ada masih dapat digunakan oleh yang mengambilnya. Jika barang-barangnya dirusak, maka hal tersebut tidak menjadi berkah bagi pelakunya.

Ketika oom L melanjutkan ceritanya, maka kekaguman saya kepada pribadi beliau menjadi semakin besar. Oom L mengatakan bahwa setelah konflik komunal berakhir, beberapa pelaku penyerangan kepada istrinya berhasil menemukan Oom L di rumah kopinya. Mereka meminta maaf atas kejadian di saat konflik terdahulu. Oom L dengan bijaksana mengatakan bahwa dia sudah memaafkan semua pelaku yang telah mencelakai istrinya dan mereka yang sudah menjarah semua harta bendanya. Bahkan kepada para pelaku tersebut, oom L berpesan agar mereka dapat hidup lebih baik dengan berpegang pada ajaran Tuhan. Beliau mengingatkan bahwa meskipun hanya satu ayat yang dia pegang, namun dia mencoba melaksanakannya dengan istiqomah, dan hal itu membebaskan dirinya dari rasa dendam terhadap siapa pun, dan selalu bersikap memaafkan pada semua pihak yang mempunyai kesalahan kepadanya.

Beberapa bulan yang lalu, Oom L melanjutkan ceritanya, ada beberapa orang yang datang ke Rumah Kopinya. Mereka juga merupakan kelompok yang menyerang istrinya. Salah seorang dari mereka , sebut saja AC, mengatakan bahwa hidupnya seperti dikejar dosa, dan AC mempunyai pengalaman bahwa beberapa kali istrinya mengalami keguguran saat mengandung anak-anaknya. Menurut pesan dari seorang pemuka agama, AC dianjurkan untuk meminta maaf kepada orang yang disalahi olehnya. AC teringat akan dosanya terhadap Oom L, dan AC mencari Oom L hingga ketemu di kota Ambon. Ketika meminta maaf kepada Oom L, bukan saja mendapatkan maaf dari Oom L, namun AC pun diberikan uang untuk menjadi modal usahanya. Bahkan, oom L menawarkan jika kurang, AC dapat kembali menemui dirinya untuk mendapatkan tambahan modal usahanya.

Sulit bagi saya untuk memahami kebesaran hati Oom L, yang mudah memaafkan orang lain yang telah mencelakakan keluarganya. Dengan memuji kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan mahluk semulia Oom L, saya hanya dapat berdoa di dalam hati agar mereka-mereka yang pernah mengalami konflik komunal mempunyai sikap dan nilai-nilai seperti yang dimiliki Oom L, apa pun istilah yang digunakan oleh ajaran agama mereka.
Sebuah pelajaran yang luar biasa yang saya dapatkan dari orang yang luar biasa pula. Teriring harapan agar bisa juga menjadi luar biasa seperti beliau (Oom L), saya bersyukur kepadaNya.


Ambon, akhir Nopember 2014.

Kopi di Rumah Kopi Kota Ambon

Dalam perjalanan selama seminggu kemarin ke Kota Ambon dan sekitarnya, saya bertemu dengan pribadi yang sangat mengesankan. Beliau saya temui di sebuah kedai kopi yang sangat terkenal di kota Ambon. Sosoknya sederhana, dengan dandanan celana jeans tanggung dan t-shirt, beliau memperkenalkan diri sebagai L, pemilik rumah kopi tersebut. Nama beliau sengaja saya samarkan, karena saya belum mendapatkan ijin dari beliau memuat profilenya di blog saya ini.

Pak L menyebutkan bahwa dia sudah mempunyai lebih dari 3 spot rumah kopi di kota Ambon dan sekitarnya. Ketika ditanyakan resep kopinya, beliau tidak secara jelas menerangkan komposisi kopinya, hanya menyatakan bahwa kopinya seperti kopi di rumah kopi lainnya adalah merupakan campuran dari kopi biji besar (robusta) dan kopi biji kecil (arabica). Sedangkan proporsi campurannya tidak secara eksplisit diungkapkannya. Dengan senyumnya, beliau mengungkapkan bahwa bahan campuran rempahnya lah yang membedakan antara satu rumah kopi dengan rumah kopi lainnya.

Beliau mengungkapkan bahwa biji kopi yang digunakan di rumah kopinya dia pilih sendiri dari Pulau Seram, pulau besar yang berada di utara Pulau Ambon. Kemudian, dalam pengolahannya, beliau sendiri yang melakukan tugas supervisi, dan biji-biji kopi tersebut dimasak dengan cara yang tradisional dengan masih menggunakan bahan bakar berupa kayu; yang merupakan dari jenis yang beliau rahasiakan pula.

Ketika menikmati kopi yang dihidangkan di rumah Kopi yang dimilikinya, rasa nikmat kopi yang tidak terasa asam, bermain di lidah penikmatnya. Kopi  di sini lebih nikmat jika diminum dengan tidak terlalu manis, dan didampingi oleh makanan berupa telur ayam rebus setengah matang atau pun roti berisi kaya (selai manis). Seorang rekan saya menyukai kopinya diiringi dengan goreng sukun yang dimakan bersama sambal. Bagi penikmat kopi, kopi hitam dan kopi susu yang dihidangkan di Rumah Kopi ini sangat nikmat untuk diminum di segala waktu, baik pagi, siang atau pun sore hingga malam. Sayang sekali, tidak seperti di Banda Aceh, rumah-rumah kopi di kota Ambon hanya buka hingga pukul 19:30. Setelah waktu tersebut, silakan saja nikmati kopi sachet (pre-mix) di warung-warung nasi kuning, yang tentu saja rasa kopinya sama di mana pun diminumnya.

Oh ya, mengenai pak L, pribadi mengesankan yang saya sebut di awal akan saya ceritakan dalam entri berikutnya. Entri kali ini baru menceritakan profil Kopi dan Rumah Kopi di kota Ambon.